Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang dicirikan dengan hiperglikemi abnormal sebagai akibat dari suatu defisiensi sekresi insulin, berkurangnya efektivitas aktivitas biologis insulin atau adanya resistensi insulin. Selain itu, juga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. DM dapat mengakibatkan terjadinya berbagai macam komplikasi, baik akut maupun kronis (Kahn dan Weir, 1994; Haris, 2000).
BATASAN KLINIK
Para penderita DM biasanya datang dengan kompleks gejala yang khas, seperti sering berkemih (poliuria), rasa haus (polidipsia), gangguan penglihatan, kehilangan berat badan meskipun nafsu makan bertambah (polifagia), pusing dan lemah bila duduk atau berdiri, kelemahan, dan kesemutan (parestesia).
Sering berkemih merupakan konsekuensi diuresis osmotik akibat hiperglikemia yang menetap. Hal ini mengakibatkan hilangnya glukosa dan air bebas serta elektrolit ke dalam kemih. Rasa haus merupakan akibat keadaan hiperosmolar, demikian pula gangguan penglihatan yang sering terjadi akibat terpaparnya lensa dan retina pada cairan hiperosmolar. Kehilangan berat badan meskipun nafsu makan meningkat merupakan gambaran umum DM tipe 1 yang disebabkan hilangnya cadangan trigliserida dan glikogen. Kehilangan berat badan kronik adalah akibat berkurangnya massa otot karena asam amino dialihkan untuk membentuk glukosa dan badan keton. Volume plasma yang rendah menyebabkan pusing dan lemah akibat hipotensi postural bila duduk atau berdiri. Kehilangan kalium tubuh total dan katabolisme protein otot yang menyeluruh menyebabkan kelemahan. Parestesia mencerminkan gangguan saraf sensorik perifer untuk sementara waktu dan biasanya akan hilang jika telah mendapat terapi insulin untuk memulihkan kadar glikemia mendekati normal. Dengan demikian, parestesia mengisyaratkan neurotoksisitas akibat hiperglikemia yang menetap (Braunwald, 2005).
Pruritus generalisata dan gejala-gejala vaginitis merupakan keluhan awal wanita dengan DM tipe 2. Wanita-wanita dengan kandidiasis vulvovagina serta ibu-ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4,1 kg atau pernah mengalami pre-eklamsia, polihidramnion, atau kematian janin yang tidak dapat dijelaskan, juga perlu dicurigai menderita DM tipe 2. Pria dengan DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis, dapat datang dengan keluhan impotensi.
Jika keluhan khas, pemeriksaan kadar GDS ≥ 200 mg/dL dan kadar GDP ≥ 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Jika tidak ada keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk memastikan DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar GDP ≥ 126 mg/dL, kadar GDS ≥ 200 mg/dL pada hari lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar GD 2jpp ≥ 200 mg/dL (Karam dan Forsham, 1998; Pranoto, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar