Total Tayangan Halaman

Rabu, 29 Desember 2010

VEIN THROMBOSIS


Thrombosis 
 Pembekuan darah yang terjadi di pembuluh darah disebut sebagai thrombosis. Protein pembekuan yang terlepas dan terbawa dalam sistem vaskular dapat menyebabkan terjadinya embolus, struk, dan manifestasi klinis lain pada sistem vaskular. Abnormalitas thrombolitik meliputi : Arterial thombi (white thrombi) dan vein thrombi (red thrombi). Vein thrombi terutama ditemukan di sirkulasi vena dan terdiri atas fibrin dan eritrosit.
Deep Vein Thrombosis (DVT)
Trombosis biasanya disebabkan oleh venoustasis atau perlambatan aliran darah di sekitar sinus katub vena. Ekstensi thrombus primer muncul pada atau diantara vena dalam dan vena superficial di kaki. Dan terjadinya propagating clot menyebabkan obstruksi vena, perusakan katub dan kemungkinan tromboemboli. Deep vein thrombosis umumnya asimtomatis.

Thrombosis dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
  • Abnormalitas dari aliran darah
  • Abnormalitas pembuluh darah
  • Abnormalitas dari komponen pembekuan darah
  •  Drug induce
Faktor resiko terjadinya DVT 
 
  • Usia lebih dari 40 tahun
  • Underlying malignancy
  • Obesitas
  • Adanya vena varicose (varices)
  • Riwayat DVT atau emboli pulmoner
  • Semua prosedur bedah yang lebih dari 30 menit terutama ortopedi, neurosurgical, urogical dan gynaecological
  • Paralisis atau immobility (misal : stroke)
  • Pil kontrasepsi kombinasi. Pil kontrasepsi meningkatkan resiko relative DVT 3-4 kali.
  • Hormon replacement therapy (HRT). HRT meningkatkan resiko DVT 3-4 kali, tetapi resiko meningkat menjadi 10 kali jika terjadi pada usia lanjut.
  • Kehamilan dan puerperium
  • Penyakit serius, misal : gagal jantung, infark miocard, sepsis, inflammatory bowel disease
  • Adanya gangguan hipercoagulable.

Senin, 27 Desember 2010

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS Diabetes Mellitus


Pada kedua tipe DM, terjadi defisiensi insulin. Jika pada DM tipe 1, defisiensi insulin disebabkan karena proses autoimun, pada DM tipe 2 disebabkan beberapa faktor, yaitu berkurangnya massa sel B pankreas, kadar asam lemak yang tinggi (lipotoksisitas), hiperglikemi kronik, amilin, kelelahan sel B pankreas dan faktor genetik.
Berkurangnya massa sel B pankreas banyak terjadi pada penderita DM tipe 2. Pada studi post-mortem telah dilaporkan terjadi pengurangan sel B pankreas sebanyak 40-60%. Hiperglikemi kronik selalu diikuti dengan menurunnya respon sekresi dan kerja insulin. Hal ini disebabkan akibat terjadi gangguan pada hidrolisis membran prospoinositida yang mengakibatkan penurunan konsentrasi diasilgliserol dan inositofosfat dalam sel B dan pada akhirnya mengurangi sekresi insulin. Hiperglikemi kronik menyebabkan resistensi insulin sebagai akibat down regulation dari sistem transport glukosa dengan adanya konversi fruktosa-6-fosfat menjadi glukosamin-6-fosfat yang menurunkan sensitivitas insulin di perifer.
Resistensi insulin banyak ditemukan pada penderita DM tipe 2. Resistensi insulin terjadi bila kemampuan insulin untuk meningkatkan ambilan dan disposal glukosa di jaringan perifer (otot dan jaringan adiposa) terganggu atau kadar insulin normal menghasilkan efek biologis yang kurang dari normal. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan resistensi insulin antara lain, obesitas, diet, kurang gerak badan, hiperglikemi kronik, dan faktor genetik (Funk dan Feingold, 1995; Sugiyanto, 2004).
KOMPLIKASI
1.    Komplikasi Akut
a.    Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemik merupakan komplikasi tersering pada penderita DM yang mendapat terapi insulin. Komplikasi ini dapat terjadi pada penderita yang mendapat terapi sulfonilurea oral terutama penderita lanjut usia dengan gangguan fungsi hati atau ginjal yang mendapat obat-obatan dengan masa kerja yang panjang dan sangat poten seperti klorpropamid atau gliburid, lupa atau terlambat makan atau akibat latihan fisik yang lebih kuat dari biasanya tanpa suplemen kalori atau akibat penurunan dosis insulin (Dipiro, 2005).
a.    Koma
Koma adalah suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan evaluasi segera untuk menentukan penyebabnya agar dapat diberikan terapi yang sesuai. Klasifikasi etiologi koma diabetik :
1).  Koma Hiperglikemik
Koma hiperglikemik dapat menyertai defisiensi insulin yang berat (ketoasidosis diabetik) atau defisiensi insulin ringan sampai sedang (koma non-ketotik hiperglikemik, koma hiperosmolar).
Ketoasidosis diabetik merupakan manifestasi pertama dari kasus yang sebelumnya tidak terdiagnosis atau dapat terjadi akibat kegagalan terapi insulin eksogen pada penderita DM. Ketoasidosis diabetik telah ditemukan pada penderita DM sebagai salah satu komplikasi yang cukup sering dari terapi  insulin.
Hiperglikemik dan hiperosmolar non-ketotik ditandai oleh hiperglikemia berat, hiperosmolalitas, dan dehidrasi tanpa adanya ketosis yang nyata. Komplikasi ini terjadi pada penderita paruh baya atau lanjut usia dengan DM tipe 2 yang seringkali ringan atau tersamar. Timbul letargi dan perasaan kacau saat osmolalitas serum melampaui 300 mosmol/L dan koma jika osmolalitas serum melampaui 330 mosmol/L (Braunwald, 2005).
2). Koma Hipoglikemik
Komplikasi ini terjadi akibat dosis insulin atau obat hipoglikemik oral (OHO) yang diberikan terlalu berlebihan. Umumnya terjadi pada terapi penggantian insulin pada penderita DM. Hipoglikemik dapat terjadi pada tiap penderita dengan terapi yang mendapat sulfonilurea oral, terutama jika penderita sudah lanjut usia, menderita penyakit ginjal atau hati, atau tengah mendapat pengobatan lain yang dapat mengubah metabolisme sulfonilurea (seperti fenilbutazon, sulfonamid atau warfarin). Komplikasi ini lebih sering terjadi dengan sulfonilurea masa kerja panjang dibandingkan obat-obat sejenis dengan masa kerja lebih singkat. (Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).
a.    Asidosis Laktat
Reaksi ini terutama terjadi menyertai anoksia jaringan berat, sepsis atau kolaps kardiovaskular. Jika penderita DM datang dengan asidosis hebat tetapi kadar asam keto dalam plasma relatif rendah atau tidak terdeteksi, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan tingginya kadar laktat plasma (lebih dari 6 mmol/L), terutama jika sebab asidosis lainnya seperti uremia tidak ditemukan (Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).
1.    Komplikasi Kronis
a.    Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular ini merupakan penyakit pada pembuluh darah terkecil, yaitu perifer dan arteriol pra-kapiler. Komplikasi ini terutama tampak sebagai penebalan membran basalis kapiler.
1).  Retinopati Diabetik
·      Retinopati Non-proliferatif
Menggambarkan stadium paling awal dari keterlibatan retina pada diabetes dan ditandai oleh perubahan-perubahan seperti mikroaneurisme, pendarahan berbintik, eksudat, dan edema retina. Pada stadium ini, kapiler-kapiler retina meloloskan lemak, protein atau sel darah merah ke dalam retina. Bila proses ini berlangsung di makula (daerah dengan kepadatan sel penglihatan tertinggi), maka akan timbul gangguan penglihatan. Kejadian ini merupakan penyebab gangguan penglihatan tersering pada DM tipe 2 dan terjadi pada sekitar 6% penderita setelah beberapa waktu.
·      Retinopati Proliferatif
Penyakit ini melibatkan pertumbuhan-pertumbuhan kapiler baru dan jaringan fibrosa pada retina ke dalam badan kaca. Terjadi akibat adanya sumbatan pembuluh darah kecil yang menyebabkan hipoksia retina dan merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru. Retinopati proliferatif dapat terjadi pada kedua tipe penyakit DM, tetapi lebih sering terjadi pada DM tipe 1. Penyakit ini timbul 7-10 bulan setelah gejala awal. (Dipiro, 2005).

2).  Nefropatik Diabetik
Tiap tahunnya, sekitar 4000 kasus penyakit ginjal stadium akhir akibat nefropati diabetik terjadi pada penderita DM di Amerika. Angka ini mewakili 25% dari seluruh penderita yang dirawat sebagai kasus gagal ginjal. Penebalan membran basalis kapiler dan mesangium glomerolus ginjal menyebabkan glomerulosklerosis dalam berbagai tingkatan serta insufisiensi ginjal. (Dipiro, 2005).

3).  Neuropati Diabetik
Neuropati perifer dan otonom merupakan 2 bentuk komplikasi tersering pada kedua tipe DM. Patogenesisnya masih belum dipahami. Bentuk neuropati perifer yang lebih sering dijumpai yaitu neuropati sensorik dan motorik simetris serta neuropati otonom. Komplikasi ini diduga sebagai akibat toksisitas metabolik atau osmotik yang terkait hiperglikemia.
·      Neuropati Perifer Sensorik
Merupakan defisit sensorik yang seringkali didahului parestesia, rasa gatal dan nyeri yang makin bertambah selama beberapa bulan atau tahun. Sindroma-sindroma khas yang terjadi pada penderita DM dengan neuropati sensorik, termasuk osteopati tangan dan kaki distal, deformitas lutut atau pergelangan kaki, dan ulserasi neuropatik pada kaki.
·      Neuropati Motorik
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan neuropati sensorik dan dihubungkan dengan perlambatan hantaran saraf motorik dan kelemahan serta atrofi otot.
·      Neuropati Otonom
Komplikasi ini sering terjadi pada penderita DM yang sudah berlangsung lama dan merupakan problem klinis yang sangat mengganggu. Neuropati dapat melibatkan gangguan viseral. Dapat terjadi hipotensi postural, takikardia saat istirahat yang menetap, penurunan respon kardiovaskular, gastroparesis, episode-episode diare (seringkali pada malam hari) dan konstipasi, kesulitan mengosongkan kandung kemih, dan impotensi. (Dipiro, 2005).

b.    Makrovaskular
1). Penyakit Jantung
Pada penderita DM sering disebabkan aterosklerosis koroner. Akibat yang sering terjadi adalah gagal jantung, infark miokardium yang merupakan penyebab kematian utama pada penderita DM tipe 1.
2). Penyakit Vaskular Perifer
Manifestasi kliniknya meliputi iskemia dari ekstremitas bawah, impotensi, dan angina usus.


3). Penyakit Serebrovaskular
Diabetes merupakan faktor resiko terjadinya oklusi pada cabang serebral dan arteri basilar anterior, pertengahan, dan posterior yang dapat memicu terjadinya infark serebral atau pendarahan intraserebral. Terjadinya infark serebral pada penderita DM ditandai peningkatan jumlah area infark, terutama lakuna dan pada beberapa kasus ditemukan banyak lesi. Lesi ini terutama terletak pada area yang mendapat suplai dari arteri paramedian kecil (basal ganglia, talamus, kapsul internal, dan serebellum). Encephalomalacia juga banyak didapatkan pada penderita DM. Penyakit ini makin parah dengan bertambahnya usia penderita dan lesi biasanya terdapat pada otak tengah. (Goulon-Goëau dan Said, 1994; Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).

c.    Dermopati Diabetik
Dermopati diabetik ditandai oleh bercak-bercak coklat atrofik pada kulit, biasanya pada daerah pretibia (“bercak-bercak tulang kering”) (Braunwald, 2005).

d.    Komplikasi Tulang dan Sendi
Komplikasi tulang dan sendi biasanya dihubungkan dengan gangguan metabolik atau vaskular dari DM yang sudah berlangsung lama.
·     Cheirarthropathy diabetic juvenilis, yaitu sindroma kekakuan kronik progresif pada tangan sekunder dari kontraktur dan pengencangan kulit  di atas sendi-sendi. Biasanya timbul dalam 5-6 tahun sesudah gejala awal pada DM tipe 1.
·     Kontraktur Dupuytren, adalah penebalan fasia palmaris tangan, menimbulkan deformitas seperti cakar. Pada pasien DM, hal ini merupakan akibat nekrosis sistemik dan pembentukan jaringan parut sekunder pada jaringan ikat sebagai konsekuensi mikroangiopati diabetik.
·     Demineralisasi tulang, densitas tulang seperti terukur dengan absorbsi foton pada lengan bawah adalah 10-20 % di bawah normal pada pasien DM dibandingkan dengan kontrol yang sepadan.
·     Bursitis, terutama terjadi di daerah bahu dan pinggul pada pasien DM.
(Dipiro, 2005).

e.    Infeksi
Beberapa jenis infeksi seperti bakteriuria, esofagitis kandida, dan vaginitis kandida lebih sering menyerang pasien DM  dibandingkan kontrol lain yang sepadan. Aterosklerosis dengan penyakit vaskular perifer sangat lazim pada populasi  DM dan iskemia yang ditimbulkannya berperan penting dalam terjadinya infekdi ekstremitas bawah (Goulon-Goëau dan Said, 1994; Funk dan Feingold, 1995; Karam dan Forsham, 1998).

f.     Gangren
Pada diabetes melitus kronik terjadi kerusakan pada sistem saraf perifer yaitu komponen sensorik dan motorik divisi somatik dan otonom. Gangguan persarafan ini disebabkan karena neuropati diabetes. Neuropati diabetes ini awalnya disebabkan oleh hipoksia sel-sel saraf, kemudian sel Schwann sebagai sel penunjang saraf mulai menggunakan metode alternatif untuk menangani beban peningkatan glukosa kronik, yang akhirnya menyebabkan demielinisasi segmental saraf-saraf perifer. Demielinisasi menyebabkan perlambatan hantaran saraf  dan berkurangnya sensitivitas saraf, yang kemudian menyebabkan hilangnya sensasi suhu dan nyeri. Akibatnya, kemungkinan pasien untuk mengalami cedera terutama pada ekstrimitas bawah semakin besar. Begitu pasien cedera atau terluka, ditambah dengan adanya gangguan aliran darah dan sistem imun, luka tersebut akan menjadi gangren.
Gangren itu sendiri merupakan akibat dari kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai gangren kering atau basah. Gangren kering meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala. Gangren kering sering dijumpai di ekstremitas, umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren basah adalah suatu daerah dimana terdapat jaringan mati yang cepat perluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan berkaitan dengan invasi bakteri ke dalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini, menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai manifestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri aerob yang disebut clostridium. Gangren jenis ini paling sering terjadi setelah trauma. Gangren gas cepat meluas ke jaringan di sekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin-toksin oleh bakteri yang membunuh sel-sel di sekitarnya. Sel-sel otot sangant rentan terhadap toksin ini, dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat mematikan. (Braunwald, 2005).

DIABETES MELITUS


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang dicirikan dengan hiperglikemi abnormal sebagai akibat dari suatu defisiensi sekresi insulin, berkurangnya efektivitas aktivitas biologis insulin atau adanya resistensi insulin. Selain itu, juga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. DM dapat mengakibatkan terjadinya berbagai macam komplikasi, baik akut maupun kronis (Kahn dan Weir, 1994; Haris, 2000).
BATASAN KLINIK
Para penderita DM biasanya datang dengan kompleks gejala yang khas, seperti sering berkemih (poliuria), rasa haus (polidipsia), gangguan penglihatan, kehilangan berat badan meskipun nafsu makan bertambah (polifagia), pusing dan lemah bila duduk atau berdiri, kelemahan, dan  kesemutan (parestesia).
Sering berkemih merupakan konsekuensi diuresis osmotik akibat hiperglikemia yang menetap. Hal ini mengakibatkan hilangnya glukosa dan air bebas serta elektrolit ke dalam kemih. Rasa haus merupakan akibat keadaan hiperosmolar, demikian pula gangguan penglihatan yang sering terjadi akibat terpaparnya lensa dan retina pada cairan hiperosmolar. Kehilangan berat badan meskipun nafsu makan meningkat merupakan gambaran umum DM tipe 1 yang disebabkan hilangnya cadangan trigliserida dan glikogen. Kehilangan berat badan kronik adalah akibat berkurangnya massa otot karena asam amino dialihkan untuk membentuk glukosa dan badan keton. Volume plasma yang rendah menyebabkan pusing dan lemah akibat hipotensi postural bila duduk atau berdiri. Kehilangan kalium tubuh total dan katabolisme protein otot yang menyeluruh menyebabkan kelemahan. Parestesia mencerminkan gangguan saraf sensorik perifer untuk sementara waktu dan biasanya akan hilang jika telah mendapat terapi insulin untuk memulihkan kadar glikemia mendekati normal. Dengan demikian, parestesia mengisyaratkan neurotoksisitas akibat hiperglikemia yang menetap (Braunwald, 2005). 
Pruritus generalisata dan gejala-gejala vaginitis merupakan keluhan awal wanita dengan DM tipe 2. Wanita-wanita dengan kandidiasis vulvovagina serta ibu-ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4,1 kg atau pernah mengalami pre-eklamsia, polihidramnion, atau kematian janin yang tidak dapat dijelaskan, juga perlu dicurigai menderita DM tipe 2. Pria dengan DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis, dapat datang dengan keluhan impotensi.
Jika keluhan khas, pemeriksaan kadar GDS ≥ 200 mg/dL dan kadar GDP ≥ 126 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Jika tidak ada keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk memastikan DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar GDP ≥ 126 mg/dL, kadar GDS  ≥ 200 mg/dL pada hari lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar GD 2jpp ≥ 200 mg/dL (Karam dan Forsham, 1998; Pranoto, 2003).

Sabtu, 25 Desember 2010

ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS


Antibiotika profilaksis Adalah antibiotika yang diberikan pada penderita yang belum terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita. 
PROFILAKSIS BEDAH
a.Profilaksis yang bertujuan mencegah infeksi oleh mikroorganisme yang diperkirakan dapat timbul pada tempat operasi
b.Pencegahan infeksi pada tempat dengan resiko tinggi untuk terjadinya infeksi misalnya penggunaan implan atau mikroorganisme yang masuk ke dalam darah sebagai akibat intervensi (cabut gigi, operasi rongga mulut, dll.)
TUJUAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS
1.Mencegah terjadinya infeksi luka operasi
2.Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas paska bedah
3.Mengurangi lama perawatan dan menurunkan biaya perawatan
4.Tidak menimbulkan efek ikutan
5.Tidak menyebabkan konsekuensi ikutan pada flora normal pasien dan kuman penghuni rumah sakit 
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas
diperlukan antibiotika yang bersifat :
1.Aktif terhadap kuman patogen yang terbanyak mengkontaminasi luka
2.Diberikan dengan dosis yang adekuat dan waktu yang tepat sehingga pada saat insisi telah mencapai kadar cukup tinggi di jaringan yang bersangkutan
3.Aman
4.Penggunaan dalam waktu yang singkat untuk mengurangi efek ikutan, mencegah timbulnya resistensi dan menekan biaya.
 

Jumat, 10 Desember 2010

introducing my self

ini blog saya , sengaja saya buat untuk memperkenlakan diri saya
nama saya zakiroh lengkapnya nama yang singkat tapi punya arti yang dalam, arti dari kata zakiroh yaitu orang yang selalu mengingat kepada allah,....amien,...saya besar di bangil kabupaten pasuruan jawa - timur, SD di sekolah dasar roudhlotul ulum dari tahun 1991 - 1997, terus lanjut bersekolah di SLTPN 1 Bangil dari 1997 - 2000, melanjutkan sekolah menengah atas di MAN bangil dari 2000 - 2003,....setelah lulus melanjutkan kuliah di fakultas farmasi Universitas Airlangga , masuk sebagai angkatan 2003 - dan menyelesaikan masa studi sarjana farmasi ditahun 2008,....masuk profesi apoteker di bulan februari 2008 dan selesai di bulan februari 2009,....